PEMBAHASAN
A.
Sejarah Awal Sintaksis
Karya mengenai tata bahasa telah ditulis jauh sebelum
sintaksis modern datang; Aṣṭādhyāyī dari Pāṇini sering disebut sebagai contoh karya
pra-modern yang menyebutkan teori sintaksis modern. Di Barat, penggunaan
pikiran yang kemudian dikenal sebagai "tata bahasa tradisional" berawal
dari karya Dionysius Thrax.[1]
Selama berabad-abad, karya mengenai sintaksis
didominasi oleh suatu kerangka kerja yang dikenal sebagai grammaire générale, pertama dijelaskan tahun 160 oleh Antoine Arnauld dalam buku dengan nama yang sama.
Sistem ini mengambil dasar pikirnya berupa anggapan bahwa bahasa adalah
refleksi langsung dari proses pemikiran dan karena itu ada sebuah cara yang
alami untuk mengekspresikan pikiran. Cara itu, secara kebetulan, adalah cara
yang sama yang diekspresikan dalam bahasa Perancis.
Tetapi, dalam abad ke-19, dengan pengembangan ilmu bahasa
perbandingan sejarah, para pakar
bahasa mulai menyadari keragaman bahasa manusia, dan mempertanyakan anggapan
dasar mengenai hubungan antara bahasa dan logika. Mulai jelas bahwa tidak ada
cara yang paling alami untuk mengekspresikan pikiran, dan logika tak bisa lagi
dijadikan sebagai dasar untuk mempelajari struktur bahasa.
Tata bahasa Port-Royal membuat pembelajaran sintaksis
terhadap logika (memang, sebagian besar Port-Royal Logic disalin atau diadaptasi dari Grammaire
générale[2]). Kategori sintaksis
diidentifikasikan dengan kategori logika, dan semua kalimat diteliti dalam
struktur "Subyek - Penghubung - Predikat". Awalnya, pandangan ini
diadopsi oleh pakar bahasa perbandingan awal seperti Franz Bopp. Peran penting sintaksis dalam ilmu
bahasa teoritis menjadi lebih jelas pada abad ke-20, sehingga dijuluki
"abad teori sintaksis" karena ilmu bahasa juga dilibatkan.
1.
Pengertian Sintaksis
Sintaksis berasal dari kata Yunani yaitu “sun dan
tattein” yang berarti mengatur bersama-sama atau menempatkan bersama-sama dari
kata menjadi kelompok kata, dari kelompok kata menjadi kalimat.
Sintaksis berasal dari bahasa Inggris yaitu “syntax” yang berarti menyelidiki
semua hubungan antar kata, kelompok kata, frasa dalam satuan dasar sintaksis
(Verhaar:1982:70).
Istilah sintaksis
(Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan
seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase (Ramlah 2001:18).[2]
Sintaksis
juga merupakan analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya
mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas (Tarigan, 1984:5). Pada dasarnya definisi kalimat diatas
menjelaskan bahwa setiap bahasa mempunyai sistem sendiri-sendiri untuk mengikat
hubungan antar kata atau kelompok kata kedalam gerak kalimat. Sistem itu
diterapkan untuk menyusun suatu sintaksis haruslah mempunyai perumusan dari
berbagai macam gejala baik bentuk kata, frasa, klausa, maupun persamaan dan
perbedaan tataran dalam suatu bahasa. Hal itu seharusnya menjadi suatu
perbandingan antara bahasa tersebut, bukan menjadi suatu penerapan dari bahasa
lain.[3]
Ada banyak batasan sintaksis yang
telah dikemukakan oleh para linguis, Crystal (1980:346) mendefinisikan
sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata
dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. Dalam pemakaian ini,
sintaksis dikontraskan dengan morfologi, yaitu telaah tentang struktur kata.
Suatu batasan alternatif, sintaksis adalah telaah tentang kaidah-kaidah yang
menguasai pengaturan kalimat dalam gugus-gugus (kata). Paul Roberts (1964:1)
mendefinisikan sintaksis sebagai bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata
dalam kalimat, cara-cara menyusun kata-kata itu untuk membentuk kalimat.
Francis (1958:31) menyatakan bahwa sintaksis adalah sub bagian tata bahasa yang
menelaah tentang struktur kelompok-kelompok kata. Fromkin dan Rodman (1983:200)
menyatakan bahwa sintaksis adalah bagian dari pengetahuan linguistik kita yang
menelaah struktur kalimat.
O’Grady
dan Dobrovolsky (1989:126) menyatakan bahwa sintaksis adalah sistem kaidah dan
kategori yang memungkinkan kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat.
Gleason
(1955:128) menyatakan bahwa sintaksis adalah prinsip-prinsip penyusunan
kontruksi yang dibentuk oleh proses derivasi dan infleksi (kata-kata) kedalam
konstruksi yang lebih besar yang bermacam-macam jenisnya.
Kridalaksana (1982:154) menyatakan bahwa sintaksis
adalah : (1) pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan
satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu
dalam bahasa; (2) subsistem bahasa yang mencakup hal tersebut (sering dianggap
dari bagian gramatika; bagian lain adalah morfologi); dan (3) cabang linguistik
yang mempelajari hal tersebut. Terakhir, Rusmadji (1993:2) mengatakan bahwa
sintaksis adalah subsistem tata bahasa yang mencakup kelas kata dan
satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat, dan
hubungan-hubungan diantara satuan-satuan sintaksis tersebut. [4]
Banyak
ahli yang mengemukakan penjelasan ataupun batasan sintaksis. Ada yang
mengatakan bahwa “sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan
sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan kata menjadi kalimat”
(stryker,1969:21)
Ada pula yang mengatakan bahwa “analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang
hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas disebut sintaksis” (Bloch and
Trager, 1942:71) dan ada lagi yang mengatakan bahwa “sintaksis adalah bahagian
dari tata bahasa yang membicarakan struktur frase dan kalimat” (Ramlan,
1976:57)
Dari
beberapa pernyataan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa sintaksis
merupakan bagian dari ilmu bahasa yang didalamnya mengkaji tentang kata dan
kelompok kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat.
B.
Frasa
1.
Pengertian Frasa
Pengertian frasa dapat dijelaskan dari dua sudut
pandangan, yaitu (1) frasa sebagai suatu fungsi dan (2) frasa sebagai suatu
bentuk. Sebagai suatu fungsi, frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan
pemandu kalimat (Samsuri, 1985:93). Sebagai suatu bentuk, frasa adalah suatu
gramatikal yang berupa gabungan kata yang non predikat (Kridalaksana dkk,.
1984:162). Bersifat non-predikat berarti bahwa hubungan kata-kata yang
membentuk frasa tidak menyebabkan fungsi subjek dan predikat dalam konstruksi tersebut.
Sejalan dengan pendapat ini, Keraf (dalam Rusyana dan Samsuri (Ed.) 1978:77)
mengatakan bahwa pada prinsipnya frasa adalah satuan yang terdiri dari dua kata
atau lebih secara gramatikal bernilai sama dengan sebuah kata yang tidak bisa
berfungsi sebagai subjek atau predikat dalam konstruksi itu. Sebaliknya, bila
satuan itu, termasuk dalam sebuah kalimat, memiliki subjek dan predikat maka
disebut klausa. (Ramlan 1981:121) mengemukakan frasa ialah satuan gramatikal
yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Dari
batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa frasa mempunyai dua sifat, yaitu (1)
frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih, dan
(2) frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi, yang berarti bahwa
frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi, yaitu Subj, Pred, O, atau KET.[5]
2.
Batasan Frasa
Adalah kelompok kata yang terdiri dari dua atau lebih yang dapat disisipi
oleh kata-kata lain yang tidak menimbulkan arti baru. Misalnya naik gunung,
lantai suci, pergi haji, naik becak, dsb.[6]
3.
Ciri-ciri Frasa
ü Merupakan gabungan kata atau kelompok
kata
ü Sifat gabungannya renggang
ü Diantara kata itu tidak menimbulkan arti
baru
ü Bila terdapat dalam kalimat ditandai
dengan jeda
ü Bila diulang hanya pada bagian yang
pertama saja
4.
Macam-macam Frasa
Frase dalam bahasa dapat dibedakan atas dasar tipe
konstruksinya. Berdasarkan tipe itu terdapat frase dengan konstruksi
endosentris dan konstruksi ekosentris. Suatu frase digolongkan kedalam tipe
endosentris apabila frase itu mempunyai fungsi yang sama dengan semua unsur
langsungnya atau salah satu unsur langsungnya, dan suatu frase digolongkan
kedalam tipe ekosentris apabila frase itu tidak mempunyai fungsi yang sama
dengan semua unsur langsungnya atau salah satu unsur langsungnya. Konstruksi
yaitu proses pengaturan kata-kata atau kelompok-kelompok kata menjadi kesatuan
yang bermakna. Tipe konstruksi endosentris dapat dibagi atas (1) tipe
konstruksi endosentris atributif, dan (2) tipe konstruksi koodinatif. Tipe
konstruks ekosentris dapat dibagi atas (1) tipe konstruksi ekosentris direktif,
dan (2) tipe konstruksi ekosentris objektif.
1.
Tipe Konstruksi Endosentris
Berdasarkan jumlah intinya, frasa endosentris
dibedakan atas frasa endosentris koordinatif, frasa endosentris atributif, dan
frasa endosentris apositif.
a. Tipe konstruksi endosentris Atributif
Frasa endosentris atributif atau modifikatif adalah
frasa yang mengandung hanya satu inti, yang dapat didahului atau diikuti oleh
modifikator dapat terdiri dari salah satu kata kelas, seperti nomina, verba,
adjektiva, Contoh:
·
Murid nakal itu sering tidak masuk sekolah.
·
Jembatan gantung itu roboh.
·
Hujan terus-menerus selama dua minggu.
·
Rumah batu bertingkat itu indah sekali.
Tipe konstruksi ini dapat dibedakan atas frasa
nominal (FN), frasa verbal (FV), dan
frasa adjektival (FA).
1) Frasa Nominal
Dalam frasa itu unsur nomina yang menjadi
pusatnya, sedangkan unsur yang lainnya merupakan atribut. Berdasarkan
unsur-unsurnya dapat dijabarkan sebagai berikut.
ü Nomina (N) + Nomina (N)
Terdiri atas nomina sebagai unsur pusat
diikuti oleh nomina sebagai atribut.
Contoh:
Kabun piseng ‘kebun pisang’
Ulun Terakan ‘orang Tarakan’
Pasor kenas ‘pasar ikan’
ü Nomina (N) + verba aktif (Vak)
Bantuan ini terdiri atas nomina sebagai
unsur pusat dan diikuti oleh Vak (verba aktif) sebagai atribut dengan kata anu
sebagai pemerkah.
Contoh:
Tama anu pebeli kenas ‘ayah yang menjual ikan’
Ayam anu kuman beras ‘burung yang makan beras’
Sadi anu ngibit mengkanon ‘adik yang membawa kue’
ü Nomina (N) + verba pasif (Vpas)
Bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur
pusat dan diikuti oleh Vpas (verba pasif) sebagai atribut dengan kata anu
sebagai pemerkah.
Contoh:
Paday anu kenumannya ‘padi yang dimakannya’
Manuq anu nibit sadiqku ‘ayam yang dibawa adikku’
Mengkanon anu benelin ‘kue yang dibeli olehmu’
ü Nomina (N) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur
pusat diikuti oleh A (adjektiva) sebagai atribut dengan kata anu sebagai
pemerkah.
Contoh:
Pasor anu rami ‘pasar yang ramai’
Ruma anu raya ‘rumah yang besar’
Kamor anu alus ‘kamar yang kecil’
ü Nomina (N) + Adjektiva (A)
bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur pusat dan diikuti oleh A sebagai atribut
bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur pusat dan diikuti oleh A sebagai atribut
Contoh:
Tedoq lemoq ‘cempedak enak’
Kening tebol ‘alis tebal’
Denda mis ‘gadis
manis’
ü Nomina (N) + Numeralia (Num)
Bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur
pusat dan diikuti oleh numeralia sebagai atribut.
Contoh:
Aneq dua sepung ‘anak dua orang’
Biduq telu limpung ‘perahu tiga buah’
Asu nom limpung ‘anjing enam ekor’
ü Nomina (N) + Pronomina (Pn)
Bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur
pusat dan diikuti oleh pronomina sebagai atribut.
Contoh:
Rumah ida ‘rumah
mereka’
Biduq kikam ‘perahu kamu’
Kepol inon ‘kapal itu’
Tana ito ‘tanah
ini’
ü Numeralia (Num) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas numeralia
sebagai atributoleh N sebagai unsur pusat.
Contoh:
Lima dan ‘lima
dahan’
Telum pulu ulun ‘tiga puluh orang’
Telu malom ‘tiga malam’
2) Frasa Verbal
Dalam frasa ini unsur verba yang menjadi pusatnya,
sedangkan unsur lainnya merupakan atribut. Berdasarkan unsur-unsurnya dapat
dijabarkan sebagai berikut.
ü Verba (V) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai
unsur pusatnya dan diikuti oleh verba sebagai atribut.
Contoh:
Ngempanaw ngengkulaw ‘pergi mencari’
Mangkat bepesi ‘berangkat memancing’
Mangkat bekuat ‘berangkat bekerja’[7]
ü Verba (V) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai
unsur pusatnya dan diikuti oleh adjektiva sebagai atribut.
Contoh:
Bekuat tengon ‘bekerja keras’
Bekuat gumut ‘bekerja lambat’
Bekenyum mis ‘tesenyum manis’
ü Verba (V) + Penjelas (Ps)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai
unsur pusatnya dan diikuti penjelas sebagai berikut.
Contoh:
Kuman du ‘makan
dahulu’
Ngirup agi ‘minum lagi’
Matongla ‘datanglah’
ü Penjelas (Ps) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai
unsur pusatnya dan didahului oleh penjelas sebagai atribut.
Contoh:
Penga mangkat ‘telah berangkat’
Sedong ngempanaw ‘sedang pergi’
Belum kenulaw ‘belum dicari’
ü Adjektiva (A) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai
unsur pusatnya dan didahului oleh adjektiva sebagai atribut.
Contoh:
Lengor bekuat ‘malas bekerja’
Rajin nengkulaw ‘rajin mencari’
Senong bukum ‘senang berbicara’
ü Numeralia (Num) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai
unsur pusatnya dan didahului oleh numeralia sebagai atribut.
Contoh:
dua kali bebakaw ‘dua kali berkelahi’
Telu kali
makaw ‘tiga kali mencuri’
Semeskali
meruaw ‘ semua berteriak’
3) Frasa Adjektiva
Dalam frasa ini unsur adjektiva sebagai
unsur pusatnya dan diikuti oleh nomina sebagai atribut.
ü Adjektiva (A) + Nomina (N)
Bentuk ini terdiri atas adjektiva sebagai
unsur pusatnya dan diikuti oleh nomina sebagai atribut.
Contoh:
Susa asong ‘susah hati’
Sesoq dada ‘sesak dada’
Dereng atay ‘merah hati’
ü Adjektiva (A) + Penjelas (Ps)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva
sebagai unsur pusatnya dan diikuti oleh penjelas sebagai atribut.
Contoh:
Teremon pedos ‘sakit keras’
Biseng tengon ‘marah betul’
Sembaw kebeniq ‘tinggi sedikit’
ü Pemarkah (Pn) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva
sebagai unsur pusatnya dan didahului oleh pemerkah sebagai atribut.
Penga tua ‘sudah
tua’
Masi panggor ‘masih gemuk’
Lebi lemon ‘lebih enak’
ü Pemarkah
(Pn) + Adjektiva (A) Penjelas
(Pn)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva
sebagai unsur pusatnya, dengan didahului oleh pemarkah dan diikuti oleh
penjelas sebagai atribut.
Contoh:
Lebi randu agi ‘lebih panjang lagi’
Lebi tereng agi ‘lebih terang lagi’
Penga masin tengon ‘sudah asin sekali’[8]
b. Tipe konstruksi endosentris Koordinatif
Adalah frasa yang intinya mempunyai referensi yang berbeda-beda.
Frasa ini terdiri
dari
unsur-unsur yang setara, yang dapat dihubungkan oleh konjungsi dan, atau
dan tetapi. Beberapa contohnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
·
Ayah dan ibu sudah lama tidak menjenguk kami.
·
Ia membeli kertas, tinta, dan pensil.
·
Anak itu pandai menyanyi dan menari.
·
Pegawai itu rajin, jujur, dan teliti.
·
Tentukan pilihanmu sekarang, saya atau dia.
·
Murid itu rajin tetapi nakal.
Tipe konstruksi ini dapat dibedakan atas:
1) Frasa Benda
Frasa benda ini berdasarkan
unsur-unsurnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
ü B + B
Terdiri atas B dan diikuti oleh B
Tameq sineq ‘ayah bunda’
Manuq bibiq ‘ayam itik’
Piseng gedong ‘pisang pepaya’
ü Nomina (N) + Konjungsi (K) + Pronomina
(Pn)
Bentukan ini terdiri atas pronomina
diikuti oleh nomina dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Baju mengka seluwar ‘baju dan celana’
Kawa mengka gula ‘kopi dan gula’
Tawun mengka kabun ‘sawah dan kebun’
ü Pronomina (Pn) + Konjungsi (K) + Pronomina
(Pn)
Bentukan ini terdiri atas pronomina
diikuti oleh pronomina dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Aku mengka ikam ‘aku dan kamu’
Ito mengka inom ‘ini dan itu’
Dito mengka dinon ‘disini dan disitu’
2) Frasa Verbal
Frasa verbal ini berdasarkan
unsur-unsurnya dapat dijabarkan sebagai berikut.
ü Verba (V) + Verba (V)
Contoh:
Kuman ngirup ‘makan minum’
Matong muni ‘datang pulang’
ü Verba (V) + Konjungsi (K) + Verba
(V)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti
oleh verba dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Tenebong mengka penepot ‘ditebang dan dipotong’
Mala mengka nibit ‘diambil dan dibawa’
Ngembesay mengka pegetas ‘mendayung dan menyebrangkan’
ü Verba (V) + Konjungsi (K) + Verba
(V)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti
oleh nomina dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Ngibit mengka lanjung ‘membawa dengan bakul
Ngala mengka tanga ‘membawa dengan tangan’
Ngerisi mengka pepas ‘membersihi dengan sapu’
ü Verba (V) + Konjungsi (K) + Adjektiva
(A)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti
oleh Adjektiva-adjektiva dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Maca mengka sepong ‘membaca dengan senang’
Nulis mengka rajin ‘menulis dengan rajin’
Bukum mengka celunga ‘berbicara dengan ramah’[9]
3) Frasa Adjektiva
Frasa ini berdasarkan unsur-unsurnya
dapat dijabarkan sebagai berikut.
ü Adjektiva (A) + Adjektiva (A)
Contoh:
Puti resi ‘putih
bersih’
Paluy kerunggu ‘bodoh dunggu’
Itom kutur ‘hitam kotor’
ü Adjektiva (A) + Konjungsi (K) + Adjektiva
(A)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva
diikuti oleh adjektiva dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Raya mengka panggor ‘besar dan gemuk’
Alus mengka kipit ‘kecil dan sempit’
Gumut mengka lembat ‘lambat dan lama’
c. Tipe Konstruksi Endosentris Apositif
Adalah frasa yang berinti dua dan kedua inti itu
tidak mempunyai referen yang sama; kedua inti ini tidak dihubungkan oleh
konektor. Contoh:
·
Megawati Soekarno Putri, Presiden RI
·
Kami, rakyat Indonesia
·
Ali, tetangga saya
Yang tergolong kedalam tipe konstruksi ini adalah
frasa yang mempunyai fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya, dan
sekaligus unsur kedua dari frase itu merupakan keterangan bagi unsur yang
pertama. Frasa ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Nomina (N) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas nomina sebagai unsur pusat dan diikuti oleh
nomina sebagai unsur langsungnya.
Contoh:
Siswa Se Rakhmat ‘siswa
si Rakhmat’
Gudeng segol kawa ‘gudang
tempat kopi’
Lanjung segol paday ‘bakul
tempat padi’
2) Pronomina (Pr) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas pronomina diikuti oleh nomina.
Contoh:
Sa aulnya ‘dia
istrinya’
Sida siswanya ‘mereka
siswanya’
Kita aneqnya ‘kita
anaknya’
d. Tipe Konstruksi Endosentris Alternatif
Yang tergolong kedalam tipe konstruksi ini adalah
frasa yang mempunyai fungsi yang sama dengan salah satu unsurnya, yaitu (1)
yang merupakan pilihan dari dua alternatif yang disebut kata perangkai ataw
‘atau’ dan (2) yang disebut kata perangkai lain atau ain ‘bukan’
apabila unsur yang pertama merupakan alternatif yang dipilih. Selanjutnya
frase-frase dimaksud dapat diamati dibawah ini.
1) Nomina (N) + Konjungsi (K) + Nomina
(N)
Bentukan ini terdiri atas nomina diikuti oleh nomina konjungsi sebagai
alternatif pilihan unsurnya.
Contoh:
Asu ataw using ‘anjing
atau kucing’
Manuq ataw ayam ‘ayam
atau burung’
Payaw ataw pelandun ‘rusa
atau kancil’
2) Verba (V) + Konjungsi (K) + Verba
(V)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh verba dengan konjungsi
penanda alternatifya.
Contoh:
Mancoq ataw munsit ‘masuk
atau keluar’
Madu ataw mentubun ‘duduk
atau berdiri’
Ngirup ataw nguman ‘minum
atau makan’
3) Adjektiva (A) + Konjungsi (K) + Adjektiva
(A)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva diikuti oleh adjektiva dengan konjungsi
sebagai penentu alternatifnya.
Contoh:
Sengom ataw panas ‘dingin
atau panas’
Sembaw ataw kepa ‘tinggi
atau rendah’
4) Pronomina (Pr) + Konjungsi (K) + Pronomina
(Pr)
Bentukan ini terdiri atas pronomina diikuti oleh pronomina dengan
konjungsi sebagai penentu alternatifnya.
Contoh:
Ikam atw aku ‘kamu atau
saya’
Sa ataw sida ‘dia
atau mereka’
Ito lain inom ‘ini
bukan itu’
5) Numeralia (Num) + Konjungsi (K) + Numeralia
(Num)
Bentukan ini terdiri atas numeralia diikuti oleh numeralia dengan
konjungsi sebagai penentu alternatifnya.
Contoh:
Dua ataw telu ‘dua atau
tiga’
Nom ataw tuju ‘enam
atau tujuh’
Sepulu lain siam ‘sepuluh
bukan sembilan’
6) Adverbia (Ad) + Konjungsi (K) + Adverbia
(Ad)
Bentukan ini terdiri atas adverbia diikuti oleh konjungsi dengan adverbia
sebagai penentu alternatifnya.
Contoh:
Malom ataw daw ‘malam
atau siang’
Beru ataw lambat ‘baru
atau lama’
Daw to ataw sirip ‘hari
ini atau besok’
2.
Tipe Konstruksi Ekosentris
Frasa
ekosentris adalah frasa yang mempunyai dua unsur, yaitu (1) perangkai (relater)
yang berupa preposisi atau partikel dan (2)sumbu (axis) yang berupa kata atau
kelompok kata. Berdasarkan jenis perangkainya, frasa ekosentris dibedakan atas
dua macam, yaitu (1) frasa ekosentris direktif atau preposisional dan (2) frasa
ekosentris Objektif.[10]
a.
Tipe
konstruksi Ekosentris Direktif
Adalah frasa ekosentris yang menggunakan perangkai berupa
preposisi. Frasa ini berdistribusi komplementer dengan unsur-unsurnya, baik
dengan perangkai maupun dengan sumbunya. Contoh:
·
Pendekar
itu memainkan pedang dengan ketangkasan yang tinggi.
·
Mereka
bekrja keras demi kehidupan yang lebih baik.
·
Pramuka
itu berkemah di hutan lindung.
Frasa
yang termasuk kedalam tipe konstruksi ini adalah frasa yang terdiri atas
pemarkah yang diikuti oleh kata atau frasa sebagai aksisnya. Frase yang
dimaksud dapat dijabarkan sebagai berikut.
1)
Pemarkah (Pn) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh pronomina sebagai
aksisnya.
Contoh:
de ruma ‘di
rumah’
dutan ‘di
hutan
de dalom asongku ‘didalam
hatiku’
ke pasor ‘ke
pasar’
menya tawun ‘dari
sawah’
2)
Pemarkah (Pn) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh adjektiva sebagai
aksisnya.
Contoh:
Mengka risi ‘dengan
bersih’
Mengka merong ‘dengan
senang’
Mengka kangar ‘dengan
berani’
3)
Pemarkah (Pn) + Pronomina (Pr)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh pronomina sebagai
aksisnya.
Contoh:
nan de sa ‘pada
dia’
nan de kikam ‘pada
kamu’
untuq semeskali ‘untuk
semua’
4)
Pemarkah (Pn) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh verba sebagai
aksisnya.
Contoh:
Mengka ngempanaw ‘dengan
berjalan’
Mengka nulis ‘dengan
menulis’
Mengka meleng ‘dengan
memotong’
5)
Pemarkah (Pn) + Frase Nomina (FN)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh frase nomina
sebagai aksisnya
Contoh:
Ke ruma simpu laki ‘ke
rumah kakek’
De lapaw singka ‘di
pondok kakak’
Manya ruma ibalka ‘dari
rumah kawanku’
6)
Pemarkah (Pn) + Klausa
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh klausa sebagai
aksisnya.
Contoh:
Wastu sineq
muni menya kebun piseng ‘ketika
ibuku pulang dari kebun pisang’
Sedong tameq
bekuat nan dutan uway ‘sedang
ayahku bekerja dihutan rotan’
b.
Tipe
konstruksi Ekosentris Objektif
Frase yang termasuk kedalam tipe konstruksi ini adalah frase yang
terdiri atas verba dan diikuti oleh kata lain sebagai objeknya. Frasa yang
dimaksud dapat dijabarkan sebagai berikut.
1)
Verba
(V) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh nomina sebagai
objeknya.
Contoh:
Ngerebus danum ‘merebus
air’
Ngibit kiran ‘membawa
bakul’
Pengetas penumpeng ‘menyebrangkan
penumpang’
2)
Verba
(V) + Pronomina (Pn)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh pronomina sebagai
objeknya.
Contoh:
Pebenor sa ‘membenarkan
dia’
Nyurung sa ‘mendorong
dia’
Nyandung kami ‘memberi
kami’
Keterangan :
§ Frasa Nomina adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah
kata benda.
§ Frasa Verbal adalah kelompok kata yang terbentuk dari kata kata kerja.
§ Frasa Adjektiva ialah kelompok kata yang dibentuk oleh kata sifat atau keadaan
sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi
menerangkan, seperti : agak, dapat, harus, lebih,
paling dan 'sangat.
§ Frasa Adverbial ialah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat.
Frasa ini bersifat modifikasi (mewatasi), misal : sangat baik kata baik
merupakan inti dan kata sangat merupakan pewatas. Frasa yang bersifat
modifikasi ini contohnya ialah agak besar, kurang pandai, hampir
baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan
bangga, dengan gelisah. Frasa Adverbial yang bersifat koordinatif
(yang tidak menerangkan), contoh frasanya ialah lebih kurang kata lebih
tidak menerangkan kurang dan kurang tidak menerangkan lebih.
§ Frasa Pronominal ialah frasa yang dibentuk dengan kata ganti.
Berdasarkan
uraian dan contoh-contoh diatas dapat dikemukakan beberapa arti struktural
frase dalam bahasa Bulungan, yaitu:
1)
Atribut
sebagai penerang isi
2)
Atribut
sebagai penentu milik
3)
Atribut
sebagai penerang sifat
4)
Atribut
sebagai penentu tujuan
5)
Atribut
sebagai penentu asal
6)
Atribut
sebagai penentu bahan
7)
Atribut
sebagai penerang jumlah
8)
Atribut
sebagai penenrang penunjuk
9)
Unsur
langsung kedua sebagai penjumlahan
10)
Aksis
sebagai penentu tempat
11)
Aksis
sebagai penentu penderita
12)
Aksis
sebagai penentu pelaku
13)
Unsur
langsung pertama dan kedua sebagai penentu syarat
14)
Unsur
langsung pertama dan kedua sebagai penentu pilihan, dan
15)
Unsur
langsung pertama sebagai penentu situasi atau latar
Daftar Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Sintaksis, Bandung:
Angkasa
Ba’dulu,Abdul Muis. Herman, S.Ag., M.Pd. 2005. Morfosintaksis,
Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Falah, M Zainal. 1996. Tata Bahasa Indonesia, YOGYAKARTA:
CV.KARYONO
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Kailani Hasan. 1983. Morfologi dan
Sintaksis Bahasa Melayu Riau. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Adul, M. Asfandi. 1990. Morfologi dan
Sintaksis Bahasa Bulungan. Jakarta :
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Sintaksis
[2] DRS. M
Zainal Falah S.HUD, Tata Bahasa Indonesia, CV.Karyono, YOGYAKARTA 1996, hlm.120
[3]
Henry Guntur Tarigan. 1984. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa.
Hlm.5-6
[4]
Prof.DR.H Abdul Muis Ba’dulu, M.S. Morfosintaksis, Rineka Cipta, Jakarta, hlm
44
[5]
Prof.DR.H Abdul Muis Ba’dulu, M.S. Morfosintaksis, Rineka Cipta, Jakarta, hlm
58
[6] DRS. M Zainal Falah S.HUD,. 1996. Tata
Bahasa Indonesia, cv:karyono, Yogyakarta, hlm 125
[7]
M.Asfandi Adul, 1990. Morfologi dan Sintaksis bahasa Bulungan, Pusat pembinaan
& pengembangan bahasa
[8]
M.Asfandi Adul, 1990. Morfologi dan Sintaksis bahasa Bulungan, Pusat pembinaan
& pengembangan bahasa departemen pendidikan dan kebudayaan, Jakarta. Hlm
45-49
[9]
M.Asfandi Adul, 1990. Morfologi dan Sintaksis bahasa Bulungan, Pusat pembinaan
& pengembangan bahasa departemen pendidikan dan kebudayaan, Jakarta. Hlm
50-51
[10]
Prof.DR.H Abdul Muis Ba’dulu, M.S. Morfosintaksis, Rineka Cipta, Jakarta, hlm
60
[11] Abdul
Chaer. Linguistik Umum, Rineka Cipta, Jakarta, bag.5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar