Senin, 22 September 2014

SINTAKSIS



PEMBAHASAN

A.     Sejarah Awal Sintaksis
Karya mengenai tata bahasa telah ditulis jauh sebelum sintaksis modern datang; Aṣṭādhyāyī dari Pāṇini sering disebut sebagai contoh karya pra-modern yang menyebutkan teori sintaksis modern. Di Barat, penggunaan pikiran yang kemudian dikenal sebagai "tata bahasa tradisional" berawal dari karya Dionysius Thrax.[1]
Selama berabad-abad, karya mengenai sintaksis didominasi oleh suatu kerangka kerja yang dikenal sebagai grammaire générale, pertama dijelaskan tahun 160 oleh Antoine Arnauld dalam buku dengan nama yang sama. Sistem ini mengambil dasar pikirnya berupa anggapan bahwa bahasa adalah refleksi langsung dari proses pemikiran dan karena itu ada sebuah cara yang alami untuk mengekspresikan pikiran. Cara itu, secara kebetulan, adalah cara yang sama yang diekspresikan dalam bahasa Perancis.
Tetapi, dalam abad ke-19, dengan pengembangan ilmu bahasa perbandingan sejarah, para pakar bahasa mulai menyadari keragaman bahasa manusia, dan mempertanyakan anggapan dasar mengenai hubungan antara bahasa dan logika. Mulai jelas bahwa tidak ada cara yang paling alami untuk mengekspresikan pikiran, dan logika tak bisa lagi dijadikan sebagai dasar untuk mempelajari struktur bahasa.
Tata bahasa Port-Royal membuat pembelajaran sintaksis terhadap logika (memang, sebagian besar Port-Royal Logic disalin atau diadaptasi dari Grammaire générale[2]). Kategori sintaksis diidentifikasikan dengan kategori logika, dan semua kalimat diteliti dalam struktur "Subyek - Penghubung - Predikat". Awalnya, pandangan ini diadopsi oleh pakar bahasa perbandingan awal seperti Franz Bopp. Peran penting sintaksis dalam ilmu bahasa teoritis menjadi lebih jelas pada abad ke-20, sehingga dijuluki "abad teori sintaksis" karena ilmu bahasa juga dilibatkan.











1.       Pengertian Sintaksis

            Sintaksis berasal dari kata Yunani yaitu “sun dan tattein” yang berarti mengatur bersama-sama atau menempatkan bersama-sama dari kata menjadi kelompok kata, dari kelompok kata menjadi kalimat.
            Sintaksis berasal dari bahasa Inggris yaitu “syntax” yang berarti menyelidiki semua hubungan antar kata, kelompok kata, frasa dalam satuan dasar sintaksis (Verhaar:1982:70).
Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase (Ramlah 2001:18).[2]
Sintaksis juga merupakan analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas (Tarigan, 1984:5). Pada dasarnya definisi kalimat diatas menjelaskan bahwa setiap bahasa mempunyai sistem sendiri-sendiri untuk mengikat hubungan antar kata atau kelompok kata kedalam gerak kalimat. Sistem itu diterapkan untuk menyusun suatu sintaksis haruslah mempunyai perumusan dari berbagai macam gejala baik bentuk kata, frasa, klausa, maupun persamaan dan perbedaan tataran dalam suatu bahasa. Hal itu seharusnya menjadi suatu perbandingan antara bahasa tersebut, bukan menjadi suatu penerapan dari bahasa lain.[3]
            Ada banyak batasan sintaksis yang telah dikemukakan oleh para linguis, Crystal (1980:346) mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. Dalam pemakaian ini, sintaksis dikontraskan dengan morfologi, yaitu telaah tentang struktur kata. Suatu batasan alternatif, sintaksis adalah telaah tentang kaidah-kaidah yang menguasai pengaturan kalimat dalam gugus-gugus (kata). Paul Roberts (1964:1) mendefinisikan sintaksis sebagai bidang tata bahasa yang menelaah hubungan kata-kata dalam kalimat, cara-cara menyusun kata-kata itu untuk membentuk kalimat. Francis (1958:31) menyatakan bahwa sintaksis adalah sub bagian tata bahasa yang menelaah tentang struktur kelompok-kelompok kata. Fromkin dan Rodman (1983:200) menyatakan bahwa sintaksis adalah bagian dari pengetahuan linguistik kita yang menelaah struktur kalimat.
O’Grady dan Dobrovolsky (1989:126) menyatakan bahwa sintaksis adalah sistem kaidah dan kategori yang memungkinkan kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat.

Gleason (1955:128) menyatakan bahwa sintaksis adalah prinsip-prinsip penyusunan kontruksi yang dibentuk oleh proses derivasi dan infleksi (kata-kata) kedalam konstruksi yang lebih besar yang bermacam-macam jenisnya.
Kridalaksana (1982:154) menyatakan bahwa sintaksis adalah : (1) pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa; (2) subsistem bahasa yang mencakup hal tersebut (sering dianggap dari bagian gramatika; bagian lain adalah morfologi); dan (3) cabang linguistik yang mempelajari hal tersebut. Terakhir, Rusmadji (1993:2) mengatakan bahwa sintaksis adalah subsistem tata bahasa yang mencakup kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, kalimat, dan hubungan-hubungan diantara satuan-satuan sintaksis tersebut. [4]
Banyak ahli yang mengemukakan penjelasan ataupun batasan sintaksis. Ada yang mengatakan bahwa “sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan kata menjadi kalimat” (stryker,1969:21)                            Ada pula yang mengatakan bahwa “analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas disebut sintaksis” (Bloch and Trager, 1942:71) dan ada lagi yang mengatakan bahwa “sintaksis adalah bahagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frase dan kalimat” (Ramlan, 1976:57)                                              
Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa yang didalamnya mengkaji tentang kata dan kelompok kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat.










B.     Frasa

1.      Pengertian Frasa
Pengertian frasa dapat dijelaskan dari dua sudut pandangan, yaitu (1) frasa sebagai suatu fungsi dan (2) frasa sebagai suatu bentuk. Sebagai suatu fungsi, frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemandu kalimat (Samsuri, 1985:93). Sebagai suatu bentuk, frasa adalah suatu gramatikal yang berupa gabungan kata yang non predikat (Kridalaksana dkk,. 1984:162). Bersifat non-predikat berarti bahwa hubungan kata-kata yang membentuk frasa tidak menyebabkan fungsi subjek dan predikat dalam konstruksi tersebut. Sejalan dengan pendapat ini, Keraf (dalam Rusyana dan Samsuri (Ed.) 1978:77) mengatakan bahwa pada prinsipnya frasa adalah satuan yang terdiri dari dua kata atau lebih secara gramatikal bernilai sama dengan sebuah kata yang tidak bisa berfungsi sebagai subjek atau predikat dalam konstruksi itu. Sebaliknya, bila satuan itu, termasuk dalam sebuah kalimat, memiliki subjek dan predikat maka disebut klausa. (Ramlan 1981:121) mengemukakan frasa ialah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi. Dari batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa frasa mempunyai dua sifat, yaitu (1) frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih, dan (2) frasa merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi, yang berarti bahwa frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi, yaitu Subj, Pred, O, atau KET.[5]

2.      Batasan Frasa
Adalah kelompok kata yang terdiri dari dua atau lebih yang dapat disisipi oleh kata-kata lain yang tidak menimbulkan arti baru. Misalnya naik gunung, lantai suci, pergi haji, naik becak, dsb.[6]

3.      Ciri-ciri Frasa
ü  Merupakan gabungan kata atau kelompok kata
ü  Sifat gabungannya renggang
ü  Diantara kata itu tidak menimbulkan arti baru
ü  Bila terdapat dalam kalimat ditandai dengan jeda
ü  Bila diulang hanya pada bagian yang pertama saja
4.      Macam-macam Frasa
Frase dalam bahasa dapat dibedakan atas dasar tipe konstruksinya. Berdasarkan tipe itu terdapat frase dengan konstruksi endosentris dan konstruksi ekosentris. Suatu frase digolongkan kedalam tipe endosentris apabila frase itu mempunyai fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya atau salah satu unsur langsungnya, dan suatu frase digolongkan kedalam tipe ekosentris apabila frase itu tidak mempunyai fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya atau salah satu unsur langsungnya. Konstruksi yaitu proses pengaturan kata-kata atau kelompok-kelompok kata menjadi kesatuan yang bermakna. Tipe konstruksi endosentris dapat dibagi atas (1) tipe konstruksi endosentris atributif, dan (2) tipe konstruksi koodinatif. Tipe konstruks ekosentris dapat dibagi atas (1) tipe konstruksi ekosentris direktif, dan (2) tipe konstruksi ekosentris objektif.

1.      Tipe Konstruksi Endosentris
Berdasarkan jumlah intinya, frasa endosentris dibedakan atas frasa endosentris koordinatif, frasa endosentris atributif, dan frasa endosentris apositif.

a.       Tipe konstruksi endosentris Atributif
Frasa endosentris atributif atau modifikatif adalah frasa yang mengandung hanya satu inti, yang dapat didahului atau diikuti oleh modifikator dapat terdiri dari salah satu kata kelas, seperti nomina, verba, adjektiva, Contoh:
·         Murid nakal itu sering tidak masuk sekolah.
·         Jembatan gantung itu roboh.
·         Hujan terus-menerus selama dua minggu.
·         Rumah batu bertingkat itu indah sekali.

Tipe konstruksi ini dapat dibedakan atas frasa nominal (FN), frasa verbal (FV), dan     frasa adjektival (FA).

1)      Frasa Nominal
Dalam frasa itu unsur nomina yang menjadi pusatnya, sedangkan unsur yang lainnya merupakan atribut. Berdasarkan unsur-unsurnya dapat dijabarkan sebagai berikut.


ü  Nomina (N) + Nomina (N)
Terdiri atas nomina sebagai unsur pusat diikuti oleh nomina sebagai atribut.
Contoh:
Kabun piseng                    ‘kebun pisang’
Ulun Terakan                     ‘orang Tarakan’
Pasor kenas                        ‘pasar ikan’

ü  Nomina (N) + verba aktif (Vak)
Bantuan ini terdiri atas nomina sebagai unsur pusat dan diikuti oleh Vak (verba aktif) sebagai atribut dengan kata anu sebagai pemerkah.
Contoh:
Tama anu pebeli kenas                  ‘ayah yang menjual ikan’
Ayam anu kuman beras                 ‘burung yang makan beras’
Sadi anu ngibit mengkanon           ‘adik yang membawa kue’

ü  Nomina (N) + verba pasif (Vpas)
Bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur pusat dan diikuti oleh Vpas (verba pasif) sebagai atribut dengan kata anu sebagai pemerkah.
Contoh:
Paday anu kenumannya                ‘padi yang dimakannya’
Manuq anu nibit sadiqku               ‘ayam yang dibawa adikku’
Mengkanon anu benelin                ‘kue yang dibeli olehmu’

ü  Nomina (N) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur pusat diikuti oleh A (adjektiva) sebagai atribut dengan kata anu sebagai pemerkah.
Contoh:
Pasor anu rami                   ‘pasar yang ramai’
Ruma anu raya                  ‘rumah yang besar’
Kamor anu alus                 ‘kamar yang kecil’



ü  Nomina (N) + Adjektiva (A)
bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur pusat dan diikuti oleh A sebagai atribut
Contoh:
Tedoq lemoq                     ‘cempedak enak’
Kening tebol                      ‘alis tebal’
Denda mis                         ‘gadis manis’

ü  Nomina (N) + Numeralia (Num)
Bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur pusat dan diikuti oleh numeralia sebagai atribut.
Contoh:
Aneq dua sepung              ‘anak dua orang’
Biduq telu limpung           ‘perahu tiga buah’
Asu nom limpung              ‘anjing enam ekor’

ü  Nomina (N) + Pronomina (Pn)
Bentukan ini terdiri atas N sebagai unsur pusat dan diikuti oleh pronomina sebagai atribut.
Contoh:
Rumah ida             ‘rumah mereka’
Biduq kikam          ‘perahu kamu’
Kepol inon             ‘kapal itu’
Tana ito                 ‘tanah ini’

ü  Numeralia (Num) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas numeralia sebagai atributoleh N sebagai unsur pusat.
Contoh:
Lima dan               ‘lima dahan’
Telum pulu ulun    ‘tiga puluh orang’
Telu malom            ‘tiga malam’




2)      Frasa Verbal
Dalam frasa ini unsur verba yang menjadi pusatnya, sedangkan unsur lainnya merupakan atribut. Berdasarkan unsur-unsurnya dapat dijabarkan sebagai berikut.
ü  Verba (V) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai unsur pusatnya dan diikuti oleh verba sebagai atribut.
Contoh:
Ngempanaw ngengkulaw              ‘pergi mencari’
Mangkat bepesi                             ‘berangkat memancing’
Mangkat bekuat                            ‘berangkat bekerja’[7]

ü  Verba (V) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai unsur pusatnya dan diikuti oleh adjektiva sebagai atribut.
Contoh:
Bekuat tengon                   ‘bekerja keras’
Bekuat gumut                    ‘bekerja lambat’
Bekenyum mis                   ‘tesenyum manis’

ü  Verba (V) + Penjelas (Ps)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai unsur pusatnya dan diikuti penjelas sebagai berikut.
Contoh:
Kuman du             ‘makan dahulu’
Ngirup agi             ‘minum lagi’
Matongla               ‘datanglah’

ü  Penjelas (Ps) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai unsur pusatnya dan didahului oleh penjelas sebagai atribut.
Contoh:
Penga mangkat                  ‘telah berangkat’
Sedong ngempanaw          ‘sedang pergi’
Belum kenulaw                 ‘belum dicari’

ü  Adjektiva (A) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai unsur pusatnya dan didahului oleh adjektiva sebagai atribut.
Contoh:
Lengor bekuat                   ‘malas bekerja’
Rajin nengkulaw               ‘rajin mencari’
Senong bukum                  ‘senang berbicara’

ü  Numeralia (Num) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba sebagai unsur pusatnya dan didahului oleh numeralia sebagai atribut.
Contoh:     dua kali bebakaw        ‘dua kali berkelahi’
                                    Telu kali makaw          ‘tiga kali mencuri’
                                    Semeskali meruaw      ‘ semua berteriak’

3)      Frasa Adjektiva
Dalam frasa ini unsur adjektiva sebagai unsur pusatnya dan diikuti oleh nomina sebagai atribut.

ü  Adjektiva (A) + Nomina (N)
Bentuk ini terdiri atas adjektiva sebagai unsur pusatnya dan diikuti oleh nomina sebagai atribut.
Contoh:
Susa asong             ‘susah hati’
Sesoq dada                        ‘sesak dada’
Dereng atay           ‘merah hati’

ü  Adjektiva (A) + Penjelas (Ps)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva sebagai unsur pusatnya dan diikuti oleh penjelas sebagai atribut.

Contoh:
Teremon pedos                  ‘sakit keras’
Biseng tengon                   ‘marah betul’
Sembaw kebeniq               ‘tinggi sedikit’

ü  Pemarkah (Pn) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva sebagai unsur pusatnya dan didahului oleh pemerkah sebagai atribut.
Penga tua                           ‘sudah tua’
Masi panggor                     ‘masih gemuk’
Lebi lemon                        ‘lebih enak’

ü  Pemarkah (Pn) + Adjektiva (A) Penjelas (Pn)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva sebagai unsur pusatnya, dengan didahului oleh pemarkah dan diikuti oleh penjelas sebagai atribut.
Contoh:
Lebi randu agi                   ‘lebih panjang lagi’
Lebi tereng agi                  ‘lebih terang lagi’
Penga masin tengon          ‘sudah asin sekali’[8]

b.      Tipe konstruksi endosentris Koordinatif
Adalah frasa yang intinya mempunyai referensi yang berbeda-beda. Frasa ini terdiri
dari unsur-unsur yang setara, yang dapat dihubungkan oleh konjungsi dan, atau dan tetapi. Beberapa contohnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
·         Ayah dan ibu sudah lama tidak menjenguk kami.
·         Ia membeli kertas, tinta, dan pensil.
·         Anak itu pandai menyanyi dan menari.
·         Pegawai itu rajin, jujur, dan teliti.
·         Tentukan pilihanmu sekarang, saya atau dia.
·         Murid itu rajin tetapi nakal.

Tipe konstruksi ini dapat dibedakan atas:
1)      Frasa Benda
Frasa benda ini berdasarkan unsur-unsurnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
ü  B + B
Terdiri atas B dan diikuti oleh B
Tameq sineq                  ‘ayah bunda’
Manuq bibiq                 ‘ayam itik’
Piseng gedong              ‘pisang pepaya’

ü  Nomina (N) + Konjungsi (K) + Pronomina (Pn)
Bentukan ini terdiri atas pronomina diikuti oleh nomina dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Baju mengka seluwar               ‘baju dan celana’
Kawa mengka gula                   ‘kopi dan gula’
Tawun mengka kabun              ‘sawah dan kebun’

ü  Pronomina (Pn) + Konjungsi (K) + Pronomina (Pn)
Bentukan ini terdiri atas pronomina diikuti oleh pronomina dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Aku mengka ikam                    ‘aku dan kamu’
Ito mengka inom                      ‘ini dan itu’
Dito mengka dinon                   ‘disini dan disitu’

2)      Frasa Verbal
Frasa verbal ini berdasarkan unsur-unsurnya dapat dijabarkan sebagai berikut.
ü  Verba (V) + Verba (V)
Contoh:
Kuman ngirup               ‘makan minum’
Matong muni                ‘datang pulang’



ü  Verba (V) + Konjungsi (K) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh verba dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Tenebong mengka penepot                   ‘ditebang dan dipotong’
Mala mengka nibit                                ‘diambil dan dibawa’
Ngembesay mengka pegetas                ‘mendayung dan menyebrangkan’

ü  Verba (V) + Konjungsi (K) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh nomina dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Ngibit mengka lanjung                         ‘membawa dengan bakul
Ngala mengka tanga                             ‘membawa dengan tangan’
Ngerisi mengka pepas                           ‘membersihi dengan sapu’

ü  Verba (V) + Konjungsi (K) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh Adjektiva-adjektiva dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Maca mengka sepong               ‘membaca dengan senang’
Nulis mengka rajin                    ‘menulis dengan rajin’
Bukum mengka celunga           ‘berbicara dengan ramah’[9]

3)      Frasa Adjektiva
Frasa ini berdasarkan unsur-unsurnya dapat dijabarkan sebagai berikut.
ü  Adjektiva (A) + Adjektiva (A)
Contoh:
Puti resi                         ‘putih bersih’
Paluy kerunggu             ‘bodoh dunggu’
Itom kutur                    ‘hitam kotor’

ü  Adjektiva (A) + Konjungsi (K) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva diikuti oleh adjektiva dengan konjungsi sebagai koordinatornya.
Contoh:
Raya mengka panggor              ‘besar dan gemuk’
Alus mengka kipit                    ‘kecil dan sempit’
Gumut mengka lembat             ‘lambat dan lama’

c.       Tipe Konstruksi Endosentris Apositif
Adalah frasa yang berinti dua dan kedua inti itu tidak mempunyai referen yang sama; kedua inti ini tidak dihubungkan oleh konektor. Contoh:
·         Megawati Soekarno Putri, Presiden RI
·         Kami, rakyat Indonesia
·         Ali, tetangga saya
Yang tergolong kedalam tipe konstruksi ini adalah frasa yang mempunyai fungsi yang sama dengan semua unsur langsungnya, dan sekaligus unsur kedua dari frase itu merupakan keterangan bagi unsur yang pertama. Frasa ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1)      Nomina (N) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas nomina sebagai unsur pusat dan diikuti oleh nomina sebagai unsur langsungnya.
Contoh:
Siswa Se Rakhmat                  ‘siswa si Rakhmat’
Gudeng segol kawa                ‘gudang tempat kopi’
Lanjung segol paday               ‘bakul tempat padi’

2)      Pronomina (Pr) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas pronomina diikuti oleh nomina.
Contoh:
Sa aulnya                     ‘dia istrinya’
Sida siswanya             ‘mereka siswanya’
Kita aneqnya               ‘kita anaknya’


d.      Tipe Konstruksi Endosentris Alternatif

Yang tergolong kedalam tipe konstruksi ini adalah frasa yang mempunyai fungsi yang sama dengan salah satu unsurnya, yaitu (1) yang merupakan pilihan dari dua alternatif yang disebut kata perangkai ataw ‘atau’ dan (2) yang disebut kata perangkai lain atau ain ‘bukan’ apabila unsur yang pertama merupakan alternatif yang dipilih. Selanjutnya frase-frase dimaksud dapat diamati dibawah ini.

1)      Nomina (N) + Konjungsi (K) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas nomina diikuti oleh nomina konjungsi sebagai alternatif pilihan unsurnya.
Contoh:
Asu ataw using                       ‘anjing atau kucing’
Manuq ataw ayam                   ‘ayam atau burung’
Payaw ataw pelandun             ‘rusa atau kancil’

2)      Verba (V) + Konjungsi (K) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh verba dengan konjungsi penanda alternatifya.
Contoh:
Mancoq ataw munsit               ‘masuk atau keluar’
Madu ataw mentubun             ‘duduk atau berdiri’
Ngirup ataw nguman              ‘minum atau makan’

3)      Adjektiva (A) + Konjungsi (K) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas adjektiva diikuti oleh adjektiva dengan konjungsi sebagai penentu alternatifnya.
Contoh:
Sengom ataw panas                ‘dingin atau panas’
Sembaw ataw kepa                 ‘tinggi atau rendah’

4)      Pronomina (Pr) + Konjungsi (K) + Pronomina (Pr)
Bentukan ini terdiri atas pronomina diikuti oleh pronomina dengan konjungsi sebagai penentu alternatifnya.
Contoh:
Ikam atw aku              ‘kamu atau saya’
Sa ataw sida                ‘dia atau mereka’
Ito lain inom                ‘ini bukan itu’

5)      Numeralia (Num) + Konjungsi (K) + Numeralia (Num)
Bentukan ini terdiri atas numeralia diikuti oleh numeralia dengan konjungsi sebagai penentu alternatifnya.
Contoh:
Dua ataw telu              ‘dua atau tiga’
Nom ataw tuju                        ‘enam atau tujuh’
Sepulu lain siam          ‘sepuluh bukan sembilan’

6)      Adverbia (Ad) + Konjungsi (K) + Adverbia (Ad)
Bentukan ini terdiri atas adverbia diikuti oleh konjungsi dengan adverbia sebagai penentu alternatifnya.
Contoh:
Malom ataw daw                    ‘malam atau siang’
Beru ataw lambat                    ‘baru atau lama’
Daw to ataw sirip                    ‘hari ini atau besok’

2.      Tipe Konstruksi Ekosentris

Frasa ekosentris adalah frasa yang mempunyai dua unsur, yaitu (1) perangkai (relater) yang berupa preposisi atau partikel dan (2)sumbu (axis) yang berupa kata atau kelompok kata. Berdasarkan jenis perangkainya, frasa ekosentris dibedakan atas dua macam, yaitu (1) frasa ekosentris direktif atau preposisional dan (2) frasa ekosentris Objektif.[10]

a.       Tipe konstruksi Ekosentris Direktif
Adalah frasa ekosentris yang menggunakan perangkai berupa preposisi. Frasa ini berdistribusi komplementer dengan unsur-unsurnya, baik dengan perangkai maupun dengan sumbunya. Contoh:
·         Pendekar itu memainkan pedang dengan ketangkasan yang tinggi.
·         Mereka bekrja keras demi kehidupan yang lebih baik.
·         Pramuka itu berkemah di hutan lindung.
Frasa yang termasuk kedalam tipe konstruksi ini adalah frasa yang terdiri atas pemarkah yang diikuti oleh kata atau frasa sebagai aksisnya. Frase yang dimaksud dapat dijabarkan sebagai berikut.
1)      Pemarkah (Pn) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh pronomina sebagai aksisnya.
Contoh:
de ruma                      ‘di rumah’
dutan                          ‘di hutan
de dalom asongku      ‘didalam hatiku’
ke pasor                      ‘ke pasar’
menya tawun              ‘dari sawah’

2)      Pemarkah (Pn) + Adjektiva (A)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh adjektiva sebagai aksisnya.
Contoh:
Mengka risi                ‘dengan bersih’
Mengka merong         ‘dengan senang’
Mengka kangar          ‘dengan berani’

3)      Pemarkah (Pn) + Pronomina (Pr)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh pronomina sebagai aksisnya.
Contoh:
nan de sa                    ‘pada dia’
nan de kikam              ‘pada kamu’
untuq semeskali          ‘untuk semua’

4)      Pemarkah (Pn) + Verba (V)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh verba sebagai aksisnya.
Contoh:
Mengka ngempanaw              ‘dengan berjalan’

Mengka nulis                          ‘dengan menulis’
Mengka meleng                      ‘dengan memotong’

5)      Pemarkah (Pn) + Frase Nomina (FN)
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh frase nomina sebagai aksisnya
Contoh:
Ke ruma simpu laki                ‘ke rumah kakek’
De lapaw singka                     ‘di pondok kakak’
Manya ruma ibalka                 ‘dari rumah kawanku’

6)      Pemarkah (Pn) + Klausa
Bentukan ini terdiri atas pemarkah diikuti oleh klausa sebagai aksisnya.
Contoh:
Wastu sineq muni menya kebun piseng                     ‘ketika ibuku pulang dari kebun pisang’

Sedong tameq bekuat nan dutan uway                       ‘sedang ayahku bekerja dihutan rotan’


b.      Tipe konstruksi Ekosentris Objektif
Frase yang termasuk kedalam tipe konstruksi ini adalah frase yang terdiri atas verba dan diikuti oleh kata lain sebagai objeknya. Frasa yang dimaksud dapat dijabarkan sebagai berikut.
1)      Verba (V) + Nomina (N)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh nomina sebagai objeknya.
Contoh:
Ngerebus danum                    ‘merebus air’
Ngibit kiran                            ‘membawa bakul’
Pengetas penumpeng             ‘menyebrangkan penumpang’




2)      Verba (V) + Pronomina (Pn)
Bentukan ini terdiri atas verba diikuti oleh pronomina sebagai objeknya.
Contoh:
Pebenor sa                              ‘membenarkan dia’
Nyurung sa                             ‘mendorong dia’
Nyandung kami                     ‘memberi kami’


Keterangan :
§  Frasa Nomina adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata benda.
§  Frasa Verbal adalah kelompok kata yang terbentuk dari kata kata kerja.
§  Frasa Adjektiva ialah kelompok kata yang dibentuk oleh kata sifat atau keadaan sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan, seperti : agak, dapat, harus, lebih, paling dan 'sangat.
§  Frasa Adverbial ialah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa ini bersifat modifikasi (mewatasi), misal : sangat baik kata baik merupakan inti dan kata sangat merupakan pewatas. Frasa yang bersifat modifikasi ini contohnya ialah agak besar, kurang pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan bangga, dengan gelisah. Frasa Adverbial yang bersifat koordinatif (yang tidak menerangkan), contoh frasanya ialah lebih kurang kata lebih tidak menerangkan kurang dan kurang tidak menerangkan lebih.
§  Frasa Pronominal ialah frasa yang dibentuk dengan kata ganti.
§  Frasa Numeralia ialah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan.[11]








Berdasarkan uraian dan contoh-contoh diatas dapat dikemukakan beberapa arti struktural frase dalam bahasa Bulungan, yaitu:
1)      Atribut sebagai penerang isi
2)      Atribut sebagai penentu milik
3)      Atribut sebagai penerang sifat
4)      Atribut sebagai penentu tujuan
5)      Atribut sebagai penentu asal
6)      Atribut sebagai penentu bahan
7)      Atribut sebagai penerang jumlah
8)      Atribut sebagai penenrang penunjuk
9)      Unsur langsung kedua sebagai penjumlahan
10)  Aksis sebagai penentu tempat
11)  Aksis sebagai penentu penderita
12)  Aksis sebagai penentu pelaku
13)  Unsur langsung pertama dan kedua sebagai penentu syarat
14)  Unsur langsung pertama dan kedua sebagai penentu pilihan, dan
15)  Unsur langsung pertama sebagai penentu situasi atau latar

















Daftar Pustaka

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Sintaksis, Bandung: Angkasa

Ba’dulu,Abdul Muis. Herman, S.Ag., M.Pd. 2005. Morfosintaksis, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Falah, M Zainal. 1996. Tata Bahasa Indonesia, YOGYAKARTA: CV.KARYONO

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Kailani Hasan. 1983. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Melayu Riau. Jakarta: Pusat
     Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Adul, M. Asfandi. 1990. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bulungan. Jakarta :
                    Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.





[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Sintaksis
[2] DRS. M Zainal Falah S.HUD, Tata Bahasa Indonesia, CV.Karyono, YOGYAKARTA 1996, hlm.120
[3] Henry Guntur Tarigan. 1984. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa. Hlm.5-6
[4] Prof.DR.H Abdul Muis Ba’dulu, M.S. Morfosintaksis, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 44
[5] Prof.DR.H Abdul Muis Ba’dulu, M.S. Morfosintaksis, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 58
[6] DRS. M Zainal Falah S.HUD,. 1996. Tata Bahasa Indonesia, cv:karyono, Yogyakarta, hlm 125
[7] M.Asfandi Adul, 1990. Morfologi dan Sintaksis bahasa Bulungan, Pusat pembinaan & pengembangan bahasa
[8] M.Asfandi Adul, 1990. Morfologi dan Sintaksis bahasa Bulungan, Pusat pembinaan & pengembangan bahasa departemen pendidikan dan kebudayaan, Jakarta. Hlm 45-49
[9] M.Asfandi Adul, 1990. Morfologi dan Sintaksis bahasa Bulungan, Pusat pembinaan & pengembangan bahasa departemen pendidikan dan kebudayaan, Jakarta. Hlm 50-51
[10] Prof.DR.H Abdul Muis Ba’dulu, M.S. Morfosintaksis, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 60
[11] Abdul Chaer. Linguistik Umum, Rineka Cipta, Jakarta, bag.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar